Kabarjawa – Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya yang luar biasa dari Indonesia, sekaligus monumen Buddha terbesar di dunia. Dibangun pada era Kerajaan Medang (Mataram Kuno) di bawah Dinasti Syailendra, candi ini mencerminkan kemegahan seni arsitektur dan spiritualitas Buddha dari abad pertengahan.
Artikel ini akan membahas sejarah, struktur, dan makna simbolik dari Candi Borobudur, serta upaya pelestariannya yang terus berlanjut.
Sejarah Candi Borobudur
Awal Pembangunan
Candi Borobudur dibangun antara tahun 770 hingga 825 Masehi, pada masa Dinasti Syailendra yang menguasai Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Meskipun identitas pasti dari siapa yang membangun candi ini masih menjadi misteri, tujuan utamanya adalah untuk memuliakan Buddha dan menjadi tempat ziarah serta bimbingan spiritual bagi umat manusia menuju pencerahan dan kebijaksanaan.
Penemuan Kembali
Pada tahun 1814, Candi Borobudur ditemukan kembali oleh Letnan Gubernur Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles, setelah berabad-abad tertutup oleh tanah dan vegetasi.
Penemuan ini memicu perhatian luas terhadap candi sebagai monumen bersejarah dan karya arsitektur yang artistik.
Upaya Pemugaran
Pemugaran pertama dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda mulai tahun 1907 hingga 1911 di bawah pimpinan Van Erp. Berbagai upaya pemugaran dilakukan untuk mengatasi kerusakan akibat korosi, perembesan air, dan tekanan mekanis dari pengunjung.
Pada tahun 1960, candi dinyatakan dalam keadaan darurat, dan UNESCO pun terlibat aktif dalam pelestariannya. Akhirnya, pada tahun 1991, Candi Borobudur bersama Candi Pawon dan Candi Mendut diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.
Struktur dan Makna Simbolik Candi Borobudur
1. Kamadhatu
Zona pertama, Kamadhatu, melambangkan dunia fenomenal yang dihuni oleh manusia biasa. Terdiri atas 160 relief yang menggambarkan adegan Karmawibhangga Sutra, yang menunjukkan hukum sebab akibat serta perilaku manusia yang didominasi oleh nafsu duniawi.
2. Rupadhatu
Zona kedua, Rupadhatu, melambangkan dunia peralihan di mana manusia dibebaskan dari urusan duniawi. Zona ini memiliki empat tingkat persegi dengan galeri relief dan patung Buddha yang berjumlah total 328.
Relief di zona ini mencakup berbagai naskah Sansekerta seperti Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka, dan Awadana.
3. Arupadhatu
Zona ketiga, Arupadhatu, melambangkan lingkungan tertinggi dan tempat tinggal para dewa. Terdiri dari tiga teras melingkar yang lebih sederhana dalam hiasan dan mengandung 72 stupa berlubang dengan patung Buddha di dalamnya.
Stupa utama yang berada di puncak candi melambangkan kebangkitan di atas dunia dan dianggap sebagai simbol puncak pencerahan.
Relief dan Arca
Dinding Candi Borobudur dihiasi oleh 2.672 panel relief yang menggambarkan berbagai kisah dan ajaran Buddha. Di seluruh candi terdapat 504 arca Buddha dalam berbagai pose meditasi, dengan enam posisi tangan yang berbeda, mencerminkan arah wajah Buddha.
Candi Borobudur bukan hanya merupakan candi terbesar di Indonesia tetapi juga simbol kebesaran budaya dan spiritualitas dari masa lalu.
Sebagai salah satu situs Buddha terbesar di dunia, candi ini terus menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara, serta menjadi pusat studi sejarah, seni, dan agama.
Upaya pelestarian yang berkelanjutan memastikan bahwa Candi Borobudur akan tetap menjadi warisan dunia yang berharga bagi generasi mendatang.(Kabarjawa)