Kabarjawa – Malam 1 Suro merupakan salah satu peristiwa penting dalam budaya masyarakat Jawa yang sarat akan nilai spiritual dan tradisi. Malam ini menandai pergantian tahun dalam Kalender Jawa yang diciptakan oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram pada abad ke-17. Kalender ini menggabungkan sistem penanggalan Islam dan budaya Jawa, sehingga 1 Suro selalu bertepatan dengan 1 Muharram dalam Kalender Hijriah. Banyak masyarakat Jawa yang memperingati malam ini dengan berbagai ritual sebagai bentuk permohonan keselamatan, keberkahan, dan perlindungan. Namun, ada juga berbagai pantangan yang diyakini harus dihindari agar terhindar dari kesialan dan hal-hal buruk. Berikut ini adalah ulasan mengenai mitos, pantangan, dan tradisi yang dilakukan saat Malam 1 Suro.
Sejarah dan Makna Malam 1 Suro
Sultan Agung menciptakan Kalender Jawa yang mengawali Tahun Baru Jawa dengan 1 Suro. Perayaan ini bukan hanya momentum pergantian tahun, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam.
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan untuk introspeksi diri dan meningkatkan spiritualitas.
Di beberapa daerah, seperti Yogyakarta dan Surakarta, Malam 1 Suro dirayakan dengan Kirab Pusaka, yaitu prosesi mengarak benda pusaka keraton sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Selain itu, masyarakat juga melakukan ritual seperti tirakatan, mandi suci di tempat keramat, dan doa bersama.
Pada tahun 2024, 1 Suro atau 1 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024, sedangkan Malam 1 Suro berlangsung pada Sabtu, 6 Juli 2024 mulai pukul 18.00 WIB.
Pantangan yang Harus Dihindari pada Malam 1 Suro
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ada beberapa pantangan yang harus dihindari pada Malam 1 Suro, di antaranya:
1. Tidak Keluar Tanpa Kepentingan
Masyarakat Jawa meyakini bahwa Malam 1 Suro merupakan waktu yang sakral. Oleh karena itu, disarankan untuk tetap berada di rumah dan menghindari keluar tanpa kepentingan.
Jika harus keluar, sebaiknya untuk tujuan ibadah atau hal yang bersifat penting. Diyakini, keluar rumah tanpa keperluan dapat mendatangkan kesialan atau gangguan dari makhluk gaib.
2. Tidak Mengadakan Pesta atau Hajatan
Menggelar acara pernikahan, sunatan, atau hajatan besar lainnya pada Malam 1 Suro dianggap pamali. Masyarakat Jawa percaya bahwa mengadakan acara di malam ini dapat mendatangkan kesialan dan malapetaka.
Meskipun dalam ajaran Islam tidak ada larangan menikah di bulan Muharram, masyarakat Jawa tetap memegang teguh kepercayaan ini.
3. Menghindari Kebisingan dan Berbicara Kasar
Beberapa ritual khusus seperti Mubeng Benteng dan Tapa Bisu di Keraton Yogyakarta mengajarkan pentingnya menjaga ketenangan dan menghindari pembicaraan yang tidak perlu.
Selain itu, berbicara kasar atau berkata buruk diyakini dapat menjadi kenyataan, sehingga masyarakat dianjurkan untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata.
4. Tidak Pindah Rumah atau Membangun Rumah
Salah satu pantangan lainnya adalah tidak melakukan pindahan rumah atau memulai pembangunan rumah pada Malam 1 Suro.
Kepercayaan ini berakar dari keyakinan bahwa melakukan aktivitas besar seperti ini pada malam tersebut dapat mendatangkan kesialan bagi penghuni rumah di masa mendatang.
Malam 1 Suro bukan sekadar pergantian tahun dalam Kalender Jawa, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Jawa.
Berbagai tradisi seperti Kirab Pusaka, tirakatan, dan doa bersama dilakukan sebagai bentuk introspeksi dan permohonan perlindungan.
Selain itu, ada beberapa pantangan yang diyakini harus dihindari, seperti keluar rumah tanpa kepentingan, mengadakan hajatan, berbicara kasar, serta pindah atau membangun rumah.
Meskipun kepercayaan ini bersifat turun-temurun dan tidak memiliki dasar ilmiah, masyarakat Jawa tetap menjunjung tinggi tradisi ini sebagai bagian dari kearifan lokal dan warisan budaya.(Kabarjawa)