Kabarjawa – Suku Tengger, yang mendiami wilayah dataran tinggi Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur, dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya yang unik. Dari ritual keagamaan hingga upacara adat, masyarakat Tengger tetap menjaga kelestarian tradisi turun-temurun mereka.
Tradisi-tradisi ini tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi juga mengandung makna sakral yang mendalam bagi masyarakat setempat.
1. Upacara Yadnya Kasada: Ritual Pemujaan Gunung Bromo
Upacara Yadnya Kasada merupakan salah satu tradisi terkenal suku Tengger. Ritual ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 14 bulan purnama dengan tujuan untuk menghormati Gunung Bromo dan leluhur mereka.
Masyarakat Tengger membawa hasil bumi dan hewan ternak sebagai kurban, yang kemudian mereka lemparkan ke kawah Gunung Bromo sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prosesi ini mencerminkan penghormatan terhadap alam dan leluhur yang telah memberikan kehidupan.
2. Unan-Unan: Upacara Penyelarasan Alam
Tradisi Unan-Unan dilakukan setiap lima tahun sekali dan bertujuan untuk menyelaraskan alam setelah adanya perubahan waktu, khususnya pada tahun kabisat.
Dalam upacara ini, masyarakat Tengger memberikan sedekah kepada alam, menjaga mata air, serta memohon keselamatan dari ancaman penyakit dan gangguan makhluk halus.
Kerbau menjadi hewan kurban yang dipilih karena diyakini sebagai hewan pertama yang muncul di bumi.
3. Upacara Mecaru: Menyambut Hari Raya Nyepi
Mecaru adalah rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu Tengger untuk menyambut Hari Raya Nyepi.
Dalam prosesi ini, masyarakat melakukan Tawur Agung Kesanga di lapangan Telogosari, Pasuruan, yang diikuti dengan arak-arakan Ogoh-ogoh ke desa-desa sekitar.
Upacara ini bertujuan untuk introspeksi diri, mendekatkan diri kepada Tuhan, serta menjaga keharmonisan dengan sesama dan lingkungan.
4. Perayaan Hari Karo: Puncak Kebahagiaan Masyarakat Tengger
Hari Karo adalah salah satu hari raya terbesar bagi suku Tengger. Biasanya dirayakan bersamaan dengan Hari Raya Nyepi, masyarakat Tengger merayakannya dengan pawai membawa hasil bumi dan pertunjukan seni adat seperti Tari Sodoran.
Acara ini diakhiri dengan kunjungan silaturahmi antar keluarga dan tetangga, mempererat hubungan sosial dalam komunitas.
5. Upacara Pujan Mubeng: Membersihkan Desa dari Gangguan
Upacara Pujan Mubeng dilaksanakan pada bulan kesembilan menurut kalender Tengger dan bertujuan untuk membersihkan desa dari segala bentuk gangguan atau bencana.
Dengan mengelilingi desa sambil memukul ketipung, masyarakat Tengger bersama dukun melakukan ritual ini untuk menjaga ketenteraman dan keharmonisan di lingkungan mereka.
Acara ini diakhiri dengan makan bersama sebagai simbol kebersamaan.
6. Ritual Ojung: Seni Bela Diri dan Permohonan Hujan
Ritual Ojung merupakan bentuk seni bela diri khas suku Tengger, di mana dua petarung saling bertarung dengan menggunakan rotan.
Selain sebagai ajang kesenian, Ojung juga dilakukan untuk memohon hujan kepada Tuhan selama musim kemarau.
Para pria Tengger dari usia 17 hingga 50 tahun dapat ikut serta dalam ritual ini, yang juga berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan kekuatan spiritual komunitas.
Tradisi suku Tengger adalah wujud dari kebudayaan yang tidak hanya memperlihatkan keindahan adat dan seni, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam.
Setiap upacara dan ritual yang dilaksanakan mengandung makna yang kuat, baik untuk menjaga hubungan dengan alam, leluhur, maupun untuk mempererat hubungan sosial dalam masyarakat.
Melalui tradisi-tradisi ini, suku Tengger terus menjaga kelestarian warisan budaya mereka dan memberikan contoh bagaimana tradisi dapat mengikat kehidupan spiritual, sosial, dan ekologis secara harmonis.(Kabarjawa)