
KABAR JAWA – Pada Kamis, 24 April 2025, sebuah perayaan sinema berlangsung hangat di Studio 1 Empire XXI, Yogyakarta. Acara bertajuk Gala Premier Jogja Film Pitch & Fund menjadi bukti nyata bahwa sinema di kota ini tidak hanya hidup, tetapi juga berakar kuat dalam masyarakat dan kebudayaannya.
Bukan sekadar pemutaran film biasa, namun sebuah peristiwa budaya yang menegaskan kembali posisi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tanah subur bagi tumbuhnya karya-karya film lokal yang berkualitas.
Acara ini menjadi momentum penting yang menggabungkan apresiasi publik dengan bentuk pertanggungjawaban resmi atas penggunaan Dana Keistimewaan Tahun Anggaran 2024.
Melalui peluncuran perdana empat film pendek yang terpilih dan didukung penuh oleh skema pendanaan tersebut, publik disuguhi sebuah pemandangan sinema yang reflektif, berani, dan penuh makna.
Benih Sinema dari Tanah Budaya
Pertumbuhan industri film di Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari geliat komunitas-komunitas film yang semakin aktif, serta dukungan akademik dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki jurusan film dan multimedia.
Kehadiran para sineas muda berbakat menunjukkan bahwa ekosistem perfilman di kota ini terus berkembang, tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas.
Melihat potensi tersebut, Dinas Kebudayaan DIY merancang program “Jogja Film Pitch & Fund” sebagai ajang kompetisi pendanaan film yang terbuka bagi seluruh pembuat film, baik dari kalangan profesional maupun independen.
Program ini bertujuan untuk mendorong terciptanya karya sinema yang mampu bersaing di panggung nasional dan internasional, sekaligus memberikan ruang ekspresi kreatif bagi para pelaku industri film lokal.
Empat Cerita, Empat Wajah Yogyakarta
Puncak dari rangkaian program tersebut adalah pemutaran empat film pendek pilihan yang merepresentasikan keragaman perspektif dan pendekatan artistik dari para sineas DIY.
Masing-masing film menyuguhkan narasi yang unik, dengan gaya penyutradaraan dan visualisasi yang kuat.
1. Cerita Sepanjang Jalan
Film dokumenter garapan Febfi Setyawati ini membawa penonton dalam perjalanan bersama mobil siaga “Untuk Teman” yang melayani anak-anak berkebutuhan khusus di Yogyakarta.
Lebih dari sekadar dokumentasi, film ini menyoroti nilai solidaritas, kasih sayang, dan ketangguhan komunitas dalam membangun ruang yang inklusif bagi semua.
2. Kholik
Sutradara Mandella Majid menghadirkan satire tajam lewat kisah Kholik, seorang pria yang mengaku melihat UFO namun justru dianggap membawa sial karena diduga melihat pulung gantung, tanda datangnya musibah menurut mitos lokal.
Film fiksi ini menjadi cermin tentang benturan antara kepercayaan tradisional dan logika modern dalam masyarakat, disajikan dalam bingkai yang jenaka namun kritis.
3. Wali
Dalam film berdurasi 23 menit ini, Jihad Adjie menyoroti konflik batin seorang perempuan yang tetap ingin ayah kandungnya, mantan tahanan politik, menjadi wali dalam pernikahannya.
Lewat kisah ini, film mengeksplorasi isu rekonsiliasi dan bagaimana masa lalu bisa menjadi bagian dari penerimaan yang utuh dalam hubungan keluarga.
4. Saat Lanjut Usia
Disutradarai oleh Khusnul Khitam, film ini mengajak penonton menyelami momen-momen sunyi dan mengharukan dalam hidup tiga sahabat lansia yang harus menghadapi perpisahan.
Dalam perjalanan singkat ke tepi pantai, mereka menemukan makna kebersamaan dan keberanian menghadapi senja kehidupan.
Sinema sebagai Cermin dan Ruang Dialog
Selain pemutaran film, gala ini juga membuka ruang diskusi antara sineas dan penonton. Forum ini penting untuk memperkuat transfer pengetahuan dan nilai kebudayaan, serta menciptakan dialog yang sehat tentang dunia sinema.
Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A., selaku Kepala Dinas Kebudayaan DIY, menegaskan bahwa acara ini bukan hanya sebuah seremoni, tetapi bagian dari tanggung jawab kreatif terhadap publik.
Dengan penyelenggaraan yang terbuka untuk umum dan melibatkan masyarakat secara aktif, Gala Premier Jogja Film Pitch & Fund tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga membangun keterikatan emosional antara film dan penonton. Masyarakat diajak untuk menjadi bagian dari narasi yang dihadirkan, narasi yang lahir dari ruang hidup mereka sendiri.
Menyemai Masa Depan Perfilman Lokal
Melalui acara ini, Dinas Kebudayaan DIY menunjukkan komitmennya dalam memperkuat ekosistem perfilman lokal yang berkelanjutan. Keempat film yang ditayangkan tidak hanya menjadi bukti dari keberhasilan program pendanaan, tetapi juga sebagai inspirasi bahwa suara-suara lokal bisa hadir kuat di layar lebar, membawa identitas, nilai, dan semangat khas Yogyakarta.
Gala premier ini adalah panggung bagi cerita-cerita yang tak hanya ditonton, tetapi juga dirasakan dan direnungkan. Sebuah penanda bahwa sinema Yogyakarta bukan hanya hidup, melainkan tumbuh, berakar, dan berbicara.***