
KABARJAWA- Yogyakarta merupakan kota budaya yang terus melahirkan seniman-seniman besar, termasuk di dunia perfilman.
Salah satu sosok yang turut memberi warna pada geliat industri film di kota ini adalah Indra Tirtana, seorang sutradara, penulis skenario, sekaligus pendidik yang kini aktif mengembangkan perfilman di Yogyakarta dan Gunungkidul.
Pandangan Indra Tirtana tentang Perfilman di Yogyakarta dan Gunungkidul
Indra menilai bahwa Yogyakarta telah menjadi pusat kreativitas perfilman yang berkarakter. Ia melihat Jogja bukan hanya tempat lahirnya sineas-sineas muda, tetapi juga sebagai ruang eksperimen yang subur bagi film independen dan lokal.
Sementara itu, Gunungkidul menurutnya memiliki kekuatan visual dan narasi yang belum banyak tergali.
“Gunungkidul itu seperti panggung alam yang siap diabadikan. Ada kejujuran dan kekayaan cerita di sana yang sangat kuat,” jelas Indra.
Ia aktif mendorong agar sineas-sineas muda dari Gunungkidul berani berkarya dan menggunakan tanah kelahiran mereka sebagai latar yang kuat untuk bercerita.
Perjalanan Karier dan Produksi Film Indra Tirtana
Indra Tirtana mendirikan rumah produksi Sedulur Pitu Cinema, yang berbasis di Yogyakarta. Melalui PH ini, ia aktif memproduksi film-film bergenre horor, drama, dan religi dengan pendekatan lokalitas yang kuat.
Beberapa karyanya yang telah tayang dan mendapat apresiasi luas antara lain, “Sebening Embun” (webseries, 7 episode, tayang di Genflix 2023), Setitik Embun di Ilalang, Misteri Hantu Seluler, Darah Pemuja Syetan (2024).
Film Darah Pemuja Syetan menjadi salah satu titik penting dalam kariernya. Film ini tak hanya mengangkat cerita urban legend tentang pesugihan, tetapi juga melibatkan komunitas Gunungkidul dalam produksinya.
Produksi film tersebut menjadikannya contoh sinergi antara film dan masyarakat lokal.
Gunungkidul: Primadona Lokasi Syuting Layar Lebar
Tak bisa dipungkiri, Gunungkidul kini menjadi destinasi populer untuk syuting film layar lebar. Keindahan alam seperti pantai, gua, tebing, dan suasana pedesaan yang masih alami menawarkan banyak visual sinematik yang tidak ada di daerah lain.
Selain itu, proses perizinan yang relatif mudah, dukungan dari masyarakat lokal, dan semangat kolaborasi yang tinggi menjadi alasan banyak produser dan sutradara memilih Gunungkidul sebagai lokasi pengambilan gambar.
Gagasan Sekolah Film di Gunungkidul
Melihat potensi besar tersebut, Indra Tirtana juga mencanangkan pendirian sekolah film di Gunungkidul.
Tujuannya sederhana, yaitu membuka akses bagi anak-anak muda di daerah agar bisa belajar langsung dari praktisi dan berkarya tanpa harus ke kota besar.
“Kita perlu wadah agar generasi muda Gunungkidul bisa mengolah cerita mereka sendiri, dengan bahasa sinema yang kuat,” tegas Indra.
Ia yakin, kehadiran sekolah film akan mempercepat lahirnya talenta lokal dan memperkuat ekosistem perfilman daerah.

Hans Gimbalsky: Art Director Berjiwa Aktor dari Gunungkidul
Sosok lain yang turut menguatkan perfilman lokal adalah Hans Gimbalsky, seorang art director berbakat asal Gunungkidul.
Orang mengenalnya karena pendekatan artistik yang detail dan penuh nuansa dalam berbagai produksi film maupun iklan.
Hans juga pernah bermain dalam sejumlah film pendek dan menjadi brand ambassador Bukalapak, memperlihatkan kemampuannya sebagai aktor serba bisa.
Ia kerap menangani departemen art di produksi film bergenre horor dan thriller, termasuk beberapa karya bersama Indra Tirtana.
Keaktifan Hans di belakang dan depan layar membuatnya menjadi inspirasi bagi generasi muda Gunungkidul yang ingin berkarya di dunia kreatif.
Ia percaya bahwa daerah seperti Gunungkidul memiliki banyak ruang yang bisa terisi oleh bakat-bakat baru jika diberi akses dan kesempatan.
Dengan figur-figur seperti Indra Tirtana dan Hans Gimbalsky, Gunungkidul kini tak hanya orang kenal sebagai daerah wisata, tetapi juga sebagai lahan subur bagi dunia perfilman.
Keduanya menunjukkan bahwa dengan semangat dan keberanian bercerita, film bisa menjadi alat pemberdayaan dan pencerminan identitas lokal yang kuat. (Hari)