
Kabarjawa – Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat setiap tahunnya.
Direktur Center for Energy Security Studies, Dr. Ir. Ali Ahmudi Achyak, S.Si, MT, M.Si (Han), menegaskan bahwa negara ini perlu mencapai swasembada energi untuk memastikan ketersediaan yang merata di seluruh wilayah.
Hal ini disampaikannya dalam acara Local Media Community (LMC) 2025 di Surabaya pada 4-5 Februari 2025.
Urgensi Swasembada Energi
Menurut Ali, kebutuhan swasembada energi bukan didasarkan pada faktor eksternal seperti kebijakan negara lain, melainkan pada kepentingan nasional yang mendesak.
“Kita harus mencari solusi berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri tanpa bergantung pada impor,” ungkapnya pada Selasa (4/2/2025).
Dengan meningkatnya konsumsi energi dari tahun ke tahun, pemanfaatan sumber daya lokal seperti biomassa dan biotermal menjadi langkah yang perlu diambil.
Energi baru terbarukan ini berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil yang semakin terbatas.
Tantangan dalam Pengembangan Energi Berkelanjutan
Meski memiliki potensi besar, transisi menuju energi terbarukan berkelanjutan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah pola pikir masyarakat yang cenderung mengharapkan energi tersedia dengan mudah tanpa perlu proses pengolahan yang kompleks. “Orang sering berpikir kalau bisa seperti di surga, semuanya tersedia begitu saja tanpa usaha,” kata Ali.
Swasembada energi tidak dapat dicapai secara instan. Diperlukan tahapan panjang, mulai dari penelitian, eksplorasi sumber daya, hingga pengolahan menjadi produk energi yang dapat dimanfaatkan secara luas.
Biomassa sebagai Alternatif Energi Baru
Salah satu solusi yang ditawarkan Ali adalah pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi alternatif. Biomassa, terutama yang berasal dari limbah pertanian, memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan baku pembangkit listrik.
Namun, penggunaan biomassa membutuhkan perencanaan dari hulu hingga hilir. Beberapa aspek yang harus diperhatikan meliputi pemetaan keberadaan limbah pertanian, analisis potensi yang tersedia, serta perhitungan rantai pasoknya.
“Kita harus tahu di mana sumber biomassa berada, bagaimana distribusinya, serta bagaimana biaya transportasinya,” jelas Ali.
Sebagai contoh, ia mengilustrasikan bagaimana persebaran biomassa bisa menjadi kendala dalam distribusi.
“Misalnya, di Jawa Barat ada banyak biomassa, tapi PLTU-nya ada di Indramayu, sementara di rumah saya di Tasikmalaya. Kalau biaya transportasi lebih mahal daripada nilai biomassanya sendiri, maka tidak akan menguntungkan,” tambahnya.
Proses Pengolahan Biomassa
Selain aspek distribusi, kandungan material dalam biomassa juga harus diuji sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa bahan baku yang dihasilkan memenuhi standar kebutuhan energi.
Setelah tahap pengujian, biomassa diproses agar dapat digunakan oleh pembangkit listrik dalam bentuk yang sesuai dengan spesifikasi teknisnya.
Ali optimis bahwa dengan perencanaan yang matang dan pemanfaatan sumber daya yang ada, biomassa dapat menjadi alternatif utama dalam menggantikan energi fosil.
“Potensi kita sangat besar. Jika dikelola dengan baik, kita bisa mencapai swasembada energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor,” pungkasnya.
Mewujudkan swasembada energi merupakan langkah krusial bagi Indonesia dalam mencapai keberlanjutan energi.
Dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti biomassa dan biotermal, serta mengatasi tantangan dalam distribusi dan pengolahan, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan menciptakan sistem energi yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Kesadaran dan komitmen dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk merealisasikan masa depan energi yang lebih stabil dan ramah lingkungan.
***