
Kabarjawa – Skandal korupsi yang melanda PT Pertamina (Persero) dengan potensi kerugian mencapai Rp193,7 triliun telah mengejutkan publik dan dunia usaha.
Angka yang setara dengan 1,5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 ini menyoroti kelemahan mendasar dalam tata kelola aset negara.
Tidak hanya berdampak pada sektor energi, skandal ini juga menciptakan efek domino yang mengancam stabilitas ekonomi nasional.
Dengan kondisi ini, muncul urgensi untuk memperkuat sistem pengelolaan BUMN dan entitas ekonomi besar lainnya guna mencegah risiko yang lebih luas.
Krisis Tata Kelola dan Ancaman bagi Perekonomian
Korupsi di Pertamina memperlihatkan bagaimana manipulasi sistem di perusahaan milik negara dapat menimbulkan dampak serius. Penyalahgunaan aset dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan menjadi faktor utama yang memperburuk situasi.
Ditambah lagi, penggabungan banyak BUMN ke dalam Danantara semakin menuntut adanya tata kelola yang ketat untuk menghindari risiko sistemik yang bisa mengguncang ekonomi nasional.
Jika sistem pengelolaan Danantara dan BUMN tidak diperkuat, potensi kehancuran akibat efek domino bisa menjadi ancaman nyata.
Dalam skenario terburuk, keruntuhan salah satu BUMN besar dapat memicu krisis keuangan yang lebih luas, melemahkan kepercayaan investor, dan merusak fundamental ekonomi nasional.
Oleh karena itu, diperlukan tindakan pencegahan berbasis analisis risiko dan stress test yang komprehensif untuk menghadapi segala kemungkinan buruk di masa depan.
Dampak Skandal terhadap Kepercayaan Pasar Modal
Reaksi pasar terhadap pengungkapan skandal ini sudah mulai terlihat dengan anjloknya indeks saham BUMN dan sektor energi. Fenomena ini mencerminkan ketidakpastian yang tinggi di kalangan investor. K
etika kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan milik negara mulai terkikis, dampaknya dapat meluas hingga ke sektor lainnya, menyebabkan instabilitas yang berkepanjangan dalam sistem keuangan nasional.
Kejatuhan nilai saham BUMN di sektor energi bukan hanya menunjukkan dampak langsung dari skandal tersebut, tetapi juga menggambarkan bagaimana kelemahan dalam tata kelola perusahaan dapat menjadi indikator utama dari kerentanan ekonomi nasional.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka risiko sistemik bisa semakin membesar dan menimbulkan dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan.
Reformasi Tata Kelola dan Tanggung Jawab Pemerintah
Untuk memastikan stabilitas ekonomi, pemerintah harus bertindak cepat dengan menerapkan reformasi tata kelola yang efektif.
Hal ini mencakup peningkatan transparansi, audit ketat terhadap aset BUMN, serta penerapan regulasi yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya skandal serupa di masa depan.
Danantara sebagai entitas pengelola aset BUMN harus memiliki sistem pengawasan yang lebih kuat guna memastikan setiap perusahaan yang berada di bawah naungannya beroperasi dengan tata kelola yang baik.
Jika tidak, Danantara sendiri dapat menjadi sumber risiko baru yang berpotensi menimbulkan krisis ekonomi nasional.
Skandal korupsi Pertamina bukan hanya permasalahan satu perusahaan, melainkan cerminan dari kelemahan sistemik dalam tata kelola BUMN dan aset negara.
Dengan kerugian yang begitu besar, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem pengelolaan aset nasional dan memastikan tidak ada lagi celah bagi praktik korupsi.
Tanpa reformasi yang mendalam dan pengawasan yang ketat, risiko sistemik dapat semakin membesar dan mengancam kestabilan ekonomi Indonesia. Kepercayaan publik dan investor harus segera dipulihkan demi menjaga keberlanjutan ekonomi nasional.(Kabarjawa)