
Kabarjawa – Penyeberangan sepeda motor menggunakan tali di atas Sungai Welo, Dukuh Tembelan, Petungkriyono, mendadak viral setelah dikabarkan mulai berbayar. Fenomena ini menarik perhatian masyarakat dan akhirnya mendorong pihak kepolisian turun tangan untuk mengecek kebenaran informasi terkait kontroversi tarif penyeberangan tali di Sungai Welo.
Sebelumnya, fasilitas ini dipasang oleh warga dan relawan untuk mempermudah akses warga yang terdampak putusnya Jembatan Tembelan akibat banjir.
Awalnya, penggunaan alat tersebut tidak dipungut biaya, namun kemudian muncul kabar bahwa tarif mulai diberlakukan.
Tarif Tinggi dan Keluhan Warga
Viralnya kabar ini berasal dari unggahan di media sosial yang menyebutkan bahwa pengguna penyeberangan dikenakan biaya sebesar Rp30.000 untuk sekali menyeberang dengan sepeda motor, serta Rp5.000 untuk setiap karung barang.
Jika dihitung untuk perjalanan pulang-pergi, warga harus membayar sekitar Rp60.000. Hal ini memicu keluhan, terutama dari warga lokal yang merasa keberatan dengan tarif yang dianggap terlalu tinggi.
Polisi Lakukan Investigasi
Menanggapi kabar tersebut, Kapolsek Petungkriyono, Iptu Eko Widiyanto, segera turun ke lokasi untuk mengecek kebenaran informasi. Dalam pertemuan dengan relawan dan masyarakat setempat, pihak kepolisian membenarkan adanya tarif yang diberlakukan.
Namun, tarif tersebut awalnya merupakan kesepakatan bersama antara tim relawan dan warga setempat, yang baru saja diterapkan.
Setelah dilakukan dialog dengan para relawan dan warga, akhirnya disepakati bahwa tidak ada lagi pemasangan tarif dalam penggunaan fasilitas tersebut. Keputusan ini diambil demi kepentingan bersama agar fasilitas ini tetap bisa diakses oleh masyarakat tanpa beban biaya.
Sikap Tegas Pemerintah Desa
Kepala Desa Kayupuring, Cahyono, juga turut angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa awalnya, fasilitas penyeberangan ini dibuat untuk membantu warga tanpa pungutan biaya. Namun, dengan adanya tarif tinggi yang diberlakukan secara sepihak dan viral di media sosial, pihak desa merasa perlu mengambil tindakan tegas.
Sebagai solusi, pemerintah desa akhirnya membubarkan aktivitas relawan yang menarik tarif dan memastikan bahwa fasilitas tersebut bisa digunakan oleh masyarakat tanpa biaya. Kini, masyarakat yang ingin menyeberang dipersilakan menggunakan alat yang tersedia tanpa harus membayar tarif.
Latar Belakang Penyeberangan Tali
Jembatan Tambelan atau yang dikenal sebagai Jembatan Jimat II di Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, rusak parah akibat luapan banjir Sungai Welo pada 20 Januari lalu. Akibatnya, warga kesulitan mengakses wilayah lain.
Lima hari setelah bencana, warga dan relawan memasang katrol gantung untuk membantu mobilitas, terutama dalam pengiriman logistik dan barang. Awalnya, pengguna jasa ini hanya memberikan sumbangan seikhlasnya kepada relawan.
Namun, dengan berkembangnya penggunaan fasilitas ini, muncul praktik pemungutan tarif yang kemudian menjadi sorotan.
Kasus tarif penyeberangan tali di Sungai Welo ini menjadi pelajaran penting tentang bagaimana fasilitas umum yang awalnya dibuat untuk kepentingan bersama bisa berubah menjadi sarana komersial.
Dengan adanya intervensi dari kepolisian dan pemerintah desa, kini fasilitas tersebut kembali bisa digunakan secara gratis oleh masyarakat. Kejadian ini juga menunjukkan pentingnya keterbukaan informasi dan pengawasan agar fasilitas publik tetap berfungsi sesuai tujuan awalnya.(Kabarjawa)