
Kabarjawa – Kota Semarang memiliki beragam tradisi unik yang terus lestari dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah Gebyuran Bustaman, sebuah tradisi tahunan yang digelar di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah.
Tradisi ini menjadi momen istimewa bagi warga setempat untuk menyambut bulan suci Ramadan dengan penuh suka cita. Tidak hanya menjadi simbol penyucian diri, Gebyuran Bustaman juga menjadi daya tarik wisata budaya yang semakin diminati oleh masyarakat luas.
Sejarah dan Makna Gebyuran Bustaman
Gebyuran Bustaman berakar dari kebiasaan Kiai Bustam yang dahulu selalu memandikan anak-cucunya sebelum Ramadan sebagai bentuk penyucian diri.
Ritual ini sempat menghilang, namun dihidupkan kembali sejak tahun 2013 oleh warga Kampung Bustaman.
Air yang digunakan dalam tradisi ini berasal dari sumur Kiai Bustam yang diyakini memiliki makna spiritual dalam membersihkan diri sebelum memasuki bulan suci.
Rangkaian Acara Gebyuran Bustaman
Tradisi ini diawali dengan Tari Kreasi Bustaman, yang menjadi pembuka sebelum acara utama dimulai. Warga setempat telah menyiapkan kantong plastik berisi air berwarna-warni sebagai amunisi untuk perang air.
Tidak hanya itu, wajah peserta juga dicoret dengan cat air sebagai simbol pembersihan dosa-dosa sebelum Ramadan tiba.
Setelah kentongan dibunyikan, perang air pun dimulai. Suasana menjadi semakin meriah saat warga dari berbagai usia antusias saling melempar kantong air.
Meskipun seluruh peserta basah kuyup, wajah mereka tetap dipenuhi senyuman dan tawa kegembiraan.
Antusiasme Warga dan Harapan ke Depan
Setiap tahun, Gebyuran Bustaman semakin menarik minat masyarakat, baik dari dalam maupun luar Kota Semarang.
Warga Kampung Bustaman dengan bangga melestarikan tradisi ini dan berharap semakin banyak generasi muda yang turut berpartisipasi agar budaya ini tetap lestari.
Peserta yang baru pertama kali mengikuti Gebyuran Bustaman, seperti Aulia Istighfani, mengungkapkan rasa kagumnya terhadap tradisi ini.
Ia berharap ke depan acara ini bisa dikemas lebih menarik dengan tambahan edukasi mengenai sejarah dan makna tarian pembuka.
Gebyuran Bustaman bukan hanya sekadar tradisi penyambutan Ramadan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang harus dijaga keberlangsungannya.
Selain sebagai simbol penyucian diri, acara ini juga berperan dalam memperkenalkan Kampung Bustaman sebagai destinasi wisata budaya yang unik di Semarang.
Dengan inovasi yang terus dilakukan, Gebyuran Bustaman diharapkan semakin dikenal luas dan menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.(Kabarjawa)