Kabarjawa – Kasus penipuan dengan modus mencatut nama pegawai Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali terjadi. Kali ini, belasan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan Surabaya Barat yang tertipu. Kerugian yang dialami para korban mencapai ratusan juta rupiah. Modus operandi pelaku melibatkan skema bantuan pinjaman tanpa bunga yang mengharuskan korban mengunduh aplikasi tertentu.
Modus Penipuan Berkedok Program Bantuan Pemkot
Salah satu korban, pasangan suami istri Ardi Sumarta dan Febriana Risanti, mengalami kerugian sebesar Rp 26 juta. Kejadian bermula ketika seorang pria bernama Bramasta Afrizal Riyadi mengaku sebagai pegawai bagian umum Pemkot Surabaya dan mengadakan sosialisasi kepada para pelaku UMKM.
Dalam sosialisasi tersebut, Bram menjelaskan tentang program bantuan pinjaman UMKM dengan bunga 0% yang diklaim sebagai inisiatif Wali Kota Eri Cahyadi.
Agar dapat mengakses program ini, para peserta diwajibkan mengunduh aplikasi Kredivo dan Shopee yang disebut berada di bawah naungan OJK serta menjadi sponsor resmi program tersebut.
Skema Penipuan yang Merugikan Banyak Korban
Bram kemudian mendatangi usaha korban dan kembali meyakinkan mereka bahwa program ini benar-benar resmi dari Pemkot Surabaya. Ia bahkan menunjukkan kartu identitas pegawai, serta akun resmi yang mencantumkan namanya, nomor pegawai, dan jabatan.
Setelah korban mengunduh aplikasi dan melakukan verifikasi akun, mereka diminta untuk mengecek limit kredit yang tersedia.
Namun, beberapa waktu kemudian, korban menemukan adanya tagihan transaksi yang tidak mereka lakukan. Ardi, misalnya, menemukan transaksi senilai Rp 12 juta untuk pembelian liontin dan Rp 14 juta untuk kuku palsu.
Barang-barang tersebut dikirim ke alamat di Cirebon, bukan ke alamat mereka di Surabaya.
Dampak yang Meluas: 14 UMKM Jadi Korban
Saat berusaha mencari kejelasan, Ardi bertemu dengan vendor Kredivo bernama Joko yang mengaku proyek telah dialihkan kepada seseorang bernama Rengga, pemilik CV Grand Jaya Ambassador.
Setelah menyelidiki lebih lanjut, Ardi menemukan bahwa setidaknya ada 14 pelaku UMKM lain yang turut menjadi korban dengan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Mereka pun mengadakan pertemuan di Balai RW untuk mencari solusi.
Namun, dalam pertemuan tersebut, Bram dan Rengga saling melempar tanggung jawab. Bram akhirnya mengaku bahwa uang yang diperoleh telah habis digunakan.
Bahkan, ketika meminta pertanggungjawaban kepada ketua LPMK Kelurahan, mereka juga mengaku telah menjadi korban penipuan oleh Bram.
Pelaporan ke Kepolisian
Kasus ini akhirnya berujung pada laporan polisi. Dalam pertemuan di Polsek Benowo, Bram yang didampingi pengacaranya masih berusaha meyakinkan korban bahwa program tersebut sah.
Namun, karena jumlah korban semakin banyak dan total kerugian meningkat, kasus ini dilimpahkan ke Polrestabes Surabaya.
Bram sempat berjanji akan mengganti kerugian para korban dengan menjaminkan sertifikat miliknya, dengan tenggat waktu hingga 2 Januari.
Namun, setelah tenggat waktu berlalu, Bram menghilang dan tidak bisa dihubungi. Pada 7 Januari, para korban akhirnya membuat pengaduan resmi dan saat ini kasus masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Kasus ini menjadi peringatan bagi para pelaku UMKM agar lebih waspada terhadap modus penipuan yang mencatut nama instansi pemerintah.
Meskipun pelaku menunjukkan identitas dan dokumen yang tampak resmi, verifikasi lebih lanjut tetap diperlukan sebelum mengikuti program semacam ini.
Masyarakat diharapkan untuk selalu mengonfirmasi informasi terkait program bantuan kepada instansi terkait guna menghindari kejadian serupa.(Kabarjawa)