Kabarjawa – Aktivitas penambangan pasir di Kali Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kembali menjadi sorotan setelah ditemukan 16 titik tambang ilegal. Keberadaan tambang liar ini disebut-sebut sebagai penyebab rusaknya groundsill di Dam Srandakan, Bantul. Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) telah mengambil tindakan dengan melayangkan surat teguran kepada para pelaku tambang ilegal tersebut. Namun, langkah lebih lanjut akan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum.
16 Tambang Pasir Ilegal Ditemukan di Kali Progo
Dari hasil penelusuran Pemda DIY, hanya satu titik tambang yang memiliki izin resmi. Sementara itu, 16 titik lainnya beroperasi secara ilegal dengan menggunakan mesin penyedot pasir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat merusak ekosistem sungai serta infrastruktur di sekitarnya.
Dinas PUPESDM DIY telah mengirimkan surat teguran kepada para penambang ilegal dan menyalurkan tembusan kepada aparat penegak hukum serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini diambil sebagai upaya awal dalam menertibkan aktivitas tambang pasir yang tidak memiliki izin resmi.
Regulasi dan Dampak Penambangan Pasir di DIY
Setiap aktivitas penambangan pasir seharusnya memiliki izin dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta mendapatkan rekomendasi dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO). Persyaratan tersebut mencakup kesesuaian dengan tata ruang, volume pasir yang boleh ditambang, serta lokasi yang tidak boleh berdekatan dengan sarana dan prasarana penting.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) juga menyoroti dampak negatif dari penambangan pasir yang tidak terkendali. Salah satu efek utamanya adalah meningkatnya kecepatan aliran air sungai dari hulu ke hilir, terutama jika di hilir juga terjadi eksploitasi pasir secara berlebihan. Akibatnya, struktur sungai menjadi rapuh dan berisiko merusak infrastruktur di sekitarnya.
Perlu Kajian untuk Menertibkan Penambangan Pasir
Pemerintah saat ini tengah mengkaji kebijakan baru terkait izin penambangan pasir. Salah satu usulan yang sedang dibahas adalah membatasi aktivitas penambangan hanya untuk rakyat, bukan pengusaha besar. Harapannya, pendekatan ini dapat mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi pasir yang tidak terkontrol.
Selain itu, penertiban tambang pasir di wilayah hilir menjadi prioritas guna mencegah kerusakan lebih lanjut. Meski demikian, pemerintah juga memahami kebutuhan pasir dalam proses pembangunan di DIY. Oleh karena itu, keputusan yang akan diambil harus mempertimbangkan keseimbangan antara kelestarian lingkungan dan kebutuhan pembangunan.
Ditemukannya 16 tambang pasir ilegal di Kali Progo menjadi perhatian serius bagi Pemda DIY dan pemerintah pusat. Aktivitas penambangan tanpa izin ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berpotensi menghancurkan infrastruktur penting. Oleh karena itu, langkah tegas perlu diambil untuk menertibkan tambang liar, baik melalui penegakan hukum maupun regulasi baru yang lebih ramah lingkungan. Ke depannya, keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan pasir dan kelestarian lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan sumber daya alam di DIY.(Kabarjawa)