
Kabarjawa – Setiap bulan Ramadhan, kebijakan terkait libur sekolah selalu menjadi perhatian banyak pihak. Pemerintah telah menetapkan libur sekolah selama Ramadhan 2025 dalam Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri.
Berdasarkan kebijakan ini, siswa akan mendapatkan libur selama tujuh hari di awal bulan puasa dan tambahan libur selama 13 hari di akhir Ramadhan serta awal Syawal.
Namun, tahukah Anda bahwa kebijakan libur sekolah selama Ramadhan telah mengalami berbagai perubahan sepanjang sejarah? Bahkan, pada masa tertentu, siswa pernah merasakan libur sekolah selama sebulan penuh.
Simak ulasan berikut untuk mengetahui sejarah dan dinamika perubahan kebijakan libur sekolah selama Ramadhan dari masa ke masa.
Masa Kolonial Belanda
Kebijakan ini sebenarnya telah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Sekolah-sekolah binaan pemerintah kolonial, mulai dari tingkat dasar seperti Hollandsch Inlandsche School (HIS) hingga tingkat menengah seperti Hogere Burger School (HBS) diliburkan selama bulan puasa.
Kebijakan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam.
Era Presiden Soekarno
Setelah Indonesia merdeka, kebijakan ini tetap dilanjutkan. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, kegiatan belajar mengajar di sekolah, baik resmi maupun non-resmi, diliburkan selama satu bulan penuh agar siswa muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih khusyuk.
Era Presiden Soeharto dan Daoed Joesoef
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan ini mengalami perubahan besar. Daoed Joesoef, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, mengatur ulang durasi libur menjadi hanya 10 hari, dengan rincian 3 hari di awal Ramadhan dan 7 hari di akhir.
Perubahan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, Daoed Joesoef beranggapan bahwa kebijakan libur sebulan penuh adalah warisan kolonial yang dapat menghambat kemajuan pendidikan.
Ia berpendapat bahwa jika siswa terus libur selama Ramadhan, maka mereka akan tertinggal dalam menguasai ilmu pengetahuan, yang dapat melemahkan bangsa Indonesia secara intelektual.
Selain itu, ia juga ingin membiasakan siswa menjalankan ibadah puasa sambil tetap bersekolah agar mereka terbiasa menjalankan tanggung jawab akademik dan spiritual secara bersamaan.
Kembalinya Libur Sebulan di Era Gus Dur
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kebijakan libur sekolah selama Ramadhan kembali berubah. Gus Dur memutuskan untuk memberlakukan kembali libur sebulan penuh sebagai bentuk kepeduliannya terhadap umat Islam di Indonesia.
Kebijakan ini disambut baik oleh sebagian besar masyarakat yang merasa lebih nyaman menjalankan ibadah puasa tanpa terganggu dengan aktivitas sekolah.
Namun, kebijakan ini tidak berlangsung lama. Setelah Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden, aturan kembali diubah dan dikembalikan ke format yang ditetapkan pada era Daoed Joesoef, yakni dengan libur hanya beberapa hari di awal dan akhir Ramadhan. Ketentuan ini pun tetap berlaku di pemerintahan selanjutnya.
Kebijakan Libur Sekolah Ramadhan 2025
Dalam ketentuan terbaru yang ditetapkan melalui Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri, libur sekolah selama Ramadhan 2025 telah ditetapkan dengan rincian sebagai berikut:
- Libur awal Ramadhan: 7 hari
- Libur akhir Ramadhan dan awal Syawal: 13 hari
Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan keseimbangan antara kebutuhan ibadah siswa dengan tetap menjaga efektivitas pembelajaran. Dengan adanya libur di awal dan akhir Ramadhan, diharapkan siswa dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih tenang, tanpa mengganggu proses akademik mereka.
Kebijakan libur sekolah selama Ramadhan telah mengalami berbagai perubahan sepanjang sejarah Indonesia. Dari masa kolonial yang menetapkan libur sebulan penuh, hingga era Orde Baru yang memangkasnya menjadi hanya 10 hari, serta masa reformasi yang sempat mengembalikan kebijakan libur panjang.
Saat ini, pemerintah berusaha menyeimbangkan kebutuhan pendidikan dan ibadah dengan memberikan libur sekolah selama 7 hari di awal dan 13 hari di akhir Ramadhan 2025.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dalam menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk, sekaligus tetap menjaga keberlangsungan proses pembelajaran.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, kebijakan ini menunjukkan bagaimana pemerintah terus berupaya menyesuaikan regulasi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.(Kabarjawa)