
Kabarjawa – Penentuan awal bulan Ramadhan menjadi momen yang dinanti oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dalam menentukan awal puasa, terdapat dua metode utama yang digunakan, yaitu rukyat dan hisab.
Keduanya memiliki dasar dan pendekatan yang berbeda tetapi tetap diakui dalam Islam.
Lantas, bagaimana perbedaan antara rukyat dan hisab dalam menentukan awal Ramadhan? Simak penjelasannya berikut ini.
Metode Rukyat Untuk Melihat Hilal
Metode rukyat didasarkan pada pengamatan langsung terhadap hilal, yaitu bulan sabit pertama yang muncul setelah Matahari terbenam.
Dalam Islam, metode ini memiliki dasar kuat yang mengacu pada ajaran Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Di Indonesia, rukyat dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dengan melibatkan para ahli falak di berbagai lokasi pengamatan.
Pada tahun 2025, pemantauan hilal akan dilakukan di 125 titik di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk menentukan hilal, Indonesia mengikuti kriteria yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang menyatakan bahwa hilal dianggap terlihat jika memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Metode Hisab Untuk Penentuan Awal Bulan
Berbeda dengan rukyat, metode hisab menggunakan pendekatan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan awal bulan.
Metode ini mengacu pada pergerakan Matahari dan Bulan serta data astronomi yang telah dihitung secara akurat.
Dalam metode hisab, terdapat tiga syarat utama untuk menetapkan awal bulan baru:
- Terjadinya ijtimak atau konjungsi antara Matahari dan Bulan.
- Ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam.
- Saat Matahari terbenam, piringan atas Bulan harus berada di atas ufuk.
Hisab banyak digunakan oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, yang menetapkan kalender Islam berdasarkan perhitungan ini tanpa harus menunggu hasil pengamatan hilal.
Baik metode rukyat maupun hisab memiliki tujuan yang sama, yaitu menentukan awal Ramadhan dengan akurat.
Meskipun pendekatannya berbeda, keduanya saling melengkapi dalam praktik penentuan kalender Islam di Indonesia.
Dengan demikian, umat Islam diharapkan dapat memahami dan menghormati perbedaan metode ini serta tetap menjaga persatuan dalam menjalankan ibadah puasa.(Kabarjawa)