Kabarjawa – Tradisi Labuhan merupakan salah satu upacara adat yang masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta hingga saat ini. Upacara ini tidak hanya menjadi bagian dari budaya lokal, tetapi juga menarik perhatian banyak wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta doa bagi keselamatan dan kesejahteraan raja serta rakyat Yogyakarta. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah, makna, waktu pelaksanaan, dan lokasi penyelenggaraan tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta.
Sejarah Tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta
Tradisi Labuhan telah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam dan pertama kali diperkenalkan oleh Panembahan Senopati.
Konon, Panembahan Senopati menjalin perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan, yang salah satu syaratnya adalah memberikan persembahan dalam bentuk upacara Labuhan.
Seiring waktu, tradisi ini menjadi bagian dari ritual kerajaan dan terus dilakukan oleh keturunan Kerajaan Mataram Islam, termasuk Keraton Yogyakarta, meskipun kerajaan mengalami perpecahan akibat Perjanjian Giyanti.
Makna Tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta
Secara etimologis, kata “Labuhan” berasal dari kata “labuh” yang berarti membuang, meletakkan, atau menghanyutkan.
Makna filosofis dari tradisi ini adalah sebagai bentuk doa dan harapan untuk membuang segala sifat buruk serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selain itu, Labuhan juga dimaknai sebagai bentuk persembahan dan rasa syukur atas segala berkah yang diterima.
Dalam pelaksanaannya, berbagai perlengkapan upacara atau uborampe akan dipersembahkan sebagai simbol penghormatan kepada leluhur dan permohonan keselamatan bagi raja serta rakyat Yogyakarta.
Waktu Pelaksanaan Tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta
Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Labuhan diselenggarakan untuk memperingati hari ulang tahun Sultan (Wiyosan Dalem) berdasarkan kalender Jawa.
Namun, pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono X, tradisi ini dikembalikan untuk memperingati Jumenengan Dalem atau hari penobatan Sultan.
Sejak itu, upacara Labuhan rutin dilakukan setiap tanggal 30 Rejeb, sehari setelah peringatan Jumenengan Dalem, dan dikenal sebagai Labuhan Alit.
Selain itu, terdapat juga Labuhan Ageng yang diadakan setiap delapan tahun sekali atau pada tahun Dal dalam perhitungan kalender Jawa, bertepatan dengan peringatan sewindu penobatan Sultan.
Lokasi Pelaksanaan Tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta
Tradisi Labuhan dilakukan di beberapa lokasi yang disebut sebagai petilasan, tempat-tempat yang memiliki keterkaitan historis dengan Keraton Yogyakarta. Berikut adalah beberapa lokasi pelaksanaan upacara Labuhan:
1. Labuhan Parangkusumo
Upacara Labuhan ini berlangsung di Pantai Parangkusumo, Kabupaten Bantul. Prosesi dilakukan di Cepuri Parangkusumo, tempat yang diyakini sebagai lokasi pertapaan Panembahan Senopati saat bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul. Setelah ritual, uborampe akan dihanyutkan ke Laut Selatan sebagai bentuk persembahan.
2. Labuhan Merapi
Labuhan Merapi dilaksanakan di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Kinahrejo, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman. Upacara ini dilakukan di petilasan Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan, dan uborampe kemudian dibawa ke Sri Manganti, Alas Bedengan, yang berada pada ketinggian 1.550 meter di atas permukaan laut.
3. Labuhan Lawu
Labuhan Lawu diadakan di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Upacara ini biasanya dilaksanakan di Hargo Dalem, tetapi terkadang dialihkan ke Cemoro Sewu karena alasan tertentu. Lokasi ini dipilih karena dianggap sebagai tempat spiritual yang sakral bagi Keraton Yogyakarta.
4. Labuhan Dlepih Khayangan
Labuhan Dlepih Khayangan berlangsung di Kecamatan Tirtamaya, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Upacara ini digelar di Pertapaan Selo Payung, tempat yang memiliki nilai historis dan spiritual bagi Keraton Yogyakarta.
Tradisi Labuhan Keraton Yogyakarta adalah salah satu warisan budaya yang masih lestari hingga kini. Berawal dari masa Kerajaan Mataram Islam, tradisi ini terus dilakukan oleh Keraton Yogyakarta sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, rasa syukur, serta doa keselamatan bagi raja dan rakyat.
Dengan pelaksanaan yang tersebar di berbagai lokasi sakral, Labuhan tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga daya tarik wisata budaya yang menarik perhatian banyak orang.
eberlanjutan tradisi ini menjadi bukti kuatnya nilai-nilai budaya dan spiritual dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta.(Kabarjawa)